Sabtu, 25 Juli 2020

DEKLARASI MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENCETUS PERDAMAIAN ABADI MANUSIA SE-DUNIA




DEKLARASI MASYARAKAT

HUKUM ADAT DALAM PENCETUS PERDAMAIAN ABADI MANUSIA SE-DUNIA

 

Kami Dari Para Manusia Pewaris Alam Sejagat Raya Se Dunia Kami Dari Para Pimpinan Adat & Suku Se Dunia : Menyatakan Dengan Sepenuh Hati, Segenap Jiwa Raga, Demi Kokohnya Hubungan Perdamaian Abadi Diatas Dunia, Sebagai Sebuah Bangsa-Bangsa, Negara-Negara Yang Satu Sama Lainya Menghapuskan Penjajahan Disegenap Dan Seluruh Warga Bangsa Dunia Adalah Satu Saudara Yang Tak Terpisahkan Satu Dengan Yang Lainnya Disebut Mahluk Bernama Manusia. Semua Kita Adalah Darah Yang Sama Untuk Menciptakan Kemuliaan, Keindahan Dan Kemartabatan Bangsa-Bangsa, Negara-Negara Yang Semerbak Mewangi Menyatakan Dengan Sepenuh Hati, Segenap Jiwaraga Bahwa Ikatan Bathin Antara Warga Bangsa Dan Negara, Dan Tetesan Darah Setiap Anak Bangsa Merupakan Tetesan Darah Seluruh Bangsa Didunia, Yang Patut Dibela, Dipertahankan Dan Dijaga Disemua Ruang Dan Waktu. Menyatakan Dengan Sepnuh Hati, Segenap Jiwaraga, Bahwa Persuadaran, Kekerabatan Adalah Anugrah Yang Tiada Terkira Dari Yang Maha Kuasa Untuk Dijadikan Energi Bagi Kemaslahatan Bangsa Dan Dan Negara Luhurnya Peradaban Masa-Lalu Sejak Zaman Adam Dan Hawa Agar Setiap Insan Dan Manusia Mengetahui Dengan Sesungguhnya Merupakan Jalinan Kasih Sesama Mahluk Ciptaan Tuhan.

 

Hukum Adat  Yang Ter-Adat Pada Alam Dunia, Alam  Setitik Asal Tiada Bernyawa Dengan Kekuasaan (Esa Tuhan), Maka Terjadilah Alam Dunia Yang Menjadi Wadah Tempat Berlindung Makhluk Ciptaanya, Penguasaan Alam Ini Menurut Adatnya Di Empat Penjuru Alam Antara Lain Dibawah, Diatas, Ditanah Dan Diair, Dan Empat Penjuru Mata Angin Diutara, Dibarat, Ditimur, Diselatan Atau Dimegrib, Dimesrib, Didaksina Dan Dipaksina Meliputi Alam Raya. Adat Ini Tidak Ada Yang Mampu Mengubahnya Selain Tuhan. Alam Ini Terdiri Dari : Persada Bumi Dan Isinya. Baruna Lautan Dan Isinya Disebut Segara. Bayu Angin. Cakrawala Awan-Awan, Lembayung.  Surya Matahari, Bulan, Bintang Dan Pelanet Lainya Disebut Tatasurya. Posisi Alam Yang Sudah Sedemikian Ini Belum Ada Yang Dapat Mengubahnya, Karna Hukum Alam Yang Terdapat Dalam Alam Dunia Ini Adalah Penciptaan Tuhan.

Hukum Adat  Yang Teradat Dalam Kehidupan Manusia, Hukum Adat Adalah Aturan Hidup Manusia Sejak Lahir Contohnya Tidak Siapapun Dapat Melarang Manusia Itu Lahir Dalam Keadaan Menangis Dan Telanjang. Karena Itulah Keadaan Yang Sesungguhnya, Dan Jika Sang Anak Mulai Berusia 3 Bulan Anak Tersebut Mulai Diadatkan Menurut Adat Sejak Ribuan Tahun Yang Lalu Adatnya Anak Diberi Jenang (Nama) Dan Dilaksanakan Prosesi Upacara Penjenangan Prosesinya Dapat Kita Lihat Yakni Prosesi Pemberian Nama Kepada Anak, Dan Jika Anak Tersebut Tidak Di Beri Nama Bagaimana Dapat Kita Memanggilya Itulah Yang Disebut Adat Teradat Menurut Hukum Yang Tidak Pernah Tertulis Sampai Sekarang Sama Halnya Nabi Adam Mendapat Nama Dari Tuhannya Sebagai Manusia Pertama Kali Tercipta Di Dunia. Setelah Anak Dewasa Anak Tersebut  Menepuh Ilmu Pengetahuanya, Dan Setelah Cukup Usianya Anak Tersebut Memiliki Hak Dan Mulai Dari Sinilah Orang Tua Hanya Berperan Sebagai Penasehat Dan Tidak Lagi Mengurus Semua Keperluan Sang Anak, Maka Disini Anak Sudah Berhak Atas Perkara Cita-Cita, Cinta Dan Hakiki Dalam Menjalankan Kehidupannya Sebagai Insan Manusia.

Hukum Adat  Yang Teradat Dalam Bebangsa Dan Bernegara, Dalam Mulai Berbangsa Manusia Dimulai Dari Lahir Dan Hidup Serta, Perkawinan Dan Membangun Rumah Tangga, Dan Membuat Tempat Tinggal, Dusun Dan Kampung, Maka Didalam Keluarga Yang Disebut Pemimpin Adalah Kepala Keluarga Yang Terdiri Dari Ayah, Ibu, Dan Putra Serta Putri Sehingga Kesemuanya Bertanggung Jawab Dalam Suatu Rumah Tangga Dan Berhak Mengatur Tata Kehidupan Dalam Rumah Tangga Tersebut. Rumah Tangga Akan Berkembang Menjadi Rukun Warga, Rukun Tetangga Dan Berkembang Menjadi Dusun Dan Membentuk Kesukuan Dan Bangsa, Akhirnya Menjadi Negara Maka Peran Adat Adalah Sebagai Pedoman Untuk Menjadikan Seorang Pemimpin Dalam Negara. Menurut Adat-Istiadat Yang Berlaku Sejak Ribuan Tahun Silam, Tersusunya System Penunjukan Kepala Negeri, Semisal Raja Dan Lainya Didalam Suatu Bangsa Di Pilih Berdasarkan Adat Sebagai Pedomannya. 

Marikita Pahami Sejarah Bangsa Indonesia Lahir Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia Yang Lahir Dari Keanekaragaman Agama, Suku Dan Bangsa Serta Bahasa, Yang Berbeda-Beda Dan Melahirkan Moto Indonesia Yakni Behinika Tunggal Ika (Berati Berbeda Tetap Satu Tujuan), Ikrar Ini Terjadi Dalam Sumpah Pemuda Tahun 1928, Hingga Diproklamirkan Oleh, Sukarno Dan Hatta Pada Tahun 1945 Tentang Kemerdekaan Bangsa Indonesia Yang Berazaskan Pancasila Dan UUD 45 Sebagai Hukum Kekuatan Garis Besar Haluan Negara.

Hakekatnya Tertanam Pada Filsapat Kebatinan Bahwa Negara Indonesia Berayah Ibukan Persada Nusantara Yang Dilahirkan Ibu Pertiwi Mengandung Pengertian Sanusa (Sedaratan Atau Tanah) Dan Segara (Selautan Atau Air) Setara (Jajaran Pulau Berantara Lautan Mempunyai Raja-Sultan, Kepala Suku Dan Kepala Adat, Yang Berhak Yang Sama), Maka Yang Berhak Memipin Negeri Ini Adalah Putra Ibu Pertiwi Yang Diukur Dengan Kecerdasanya, Kepintaranya Dan Ilmu Yang Dimilikinya Berdasar Sifat Alam Dan Didaulat Dengan Sabda Pertiwi. Dan Yang Berhak Atas Negara Ini Adalah Rakyat Yang Mempunyai Hak Kedaulatan Penuh.

 Jadi Seorang Kepala Negara Bukan Wakil Rakyat Namun Mewakili Tuhan Untuk Bersipat Adil, Arif, Bijak Dan Amanah Serta Dapat Menjadi Tauladan Di Mata Rakyat Yang Dipimpinya. Maka Rakyat Berhak Berkarya Atas Kedaulatanya Sepanjang Tidak Lepas Dari Azas Pancasila Dan UUD 45 Untuk Mengangkat Harkat Dan Martabat Bangsa Melalui Kecerdasa, Kepintaran Dan Ilmu Yang Dimilikinya. Dalam Menjadikan Indonesia Besar Cerdas Berbudaya. Maka Sesuai UUD 1945 Bangsa Indonesia Mengakui Adat Istiadat Yang Tumbuh Dan Berkembang Di Masing-Masing Daerah Seluruh Wilayah Indonesia Guna Dijadikan Khasanah Budaya Yang Dapat Dinilai Dari Norma Dan Kaidah Bahwa Bangsa Ini Memiliki Jati Diri Menghargai Tinggalan Sejarah Dan Leluhurnya.

Selamilah 100 Tahun Kebangkitan Nasional,  Kebudayaan Dan Kebangsaan Dalam Kata-Kata Chairil Anwar, Kewajiban Warga Negara Dan Para Pemimpin Adalah:  ”Sekali Berarti Sudah Itu Mati”  (Sajak ”Diponegoro”). Ketika Kesadaran Kebangsaan Dicetuskan Di Indonesia Pada Awal Abad Ke-20, Wacana Politik Berlangsung Di Atas Atau Di Luar Kebudayaan. Dengan Istilah Sekarang, Nasionalisme Yang Digerakkan Oleh Para Pemimpin Pada Waktu Itu Menghindari Setiap Kemungkinan Identity Politics (Politik Identitas). Seluruh Rakyat Dikerahkan Untuk Bersatu Padu Dan Seakan Harus ”Melupakan” Buat Sementara Waktu Asal-Usulnya, Suku Bangsanya, Dan Kelompok Budayanya. Berlainan Dengan Nasionalisme Di Barat Yang Berkembang Dari Kesadaran Kebudayaan (Berdasarkan Blut Und Boden, Darah Dan Tanah), Nasionalisme Indonesia Yang Datang Bagaikan Puting Beliung Dari Negeri-Negeri Yang Jauh, Diharap Menggoyahkan Sendi-Sendi Pemerintahan Oleh Penjajah Asing. Nasionalisme Indonesia Datang Dengan Watak Suprakultural.

 

Mohammad Yamin Dan Roestam Effendi Bolehlah Dianggap Sebagai Penyair Modern Awal Dalam Sastra Indonesia Baru Yang Paling Nasionalis. Keduanya Berusaha Menyanyikan Tanah Air Dan Kemerdekaan Dalam Sajak-Sajak Mereka, Sudah Pada Awal Tahun 1930-An, Tetapi Dengan Menumpang Metafora-Metafora Yang Serba Halus Dan Romantis, Yang Tak Akan Segera Mengingatkan Pembaca Pada Hasrat Kemerdekaan.  Yamin Merindukan Tanah Airnya, Tetapi Itu Seakan Rindu Seorang Muda Remaja Untuk Pulang Kampung Ke Sumatera Dan Bukit Barisan Meskipun Pada Akhir Sebuah Sajak Keluar Juga Pemberontakan Itu: ”Aduhai Diriku Sepantun Burung/Mata Lepas Badan Terkurung” (Sajak ”Sungguhkah?”).  Roestam Effendi Melukiskan Hasrat Kemerdekaan Dalam Perjuangan Cinta Antara Bujangga Dan Gadis Idamannya, Bebasari, Yang Berkata Kepada Kekasihnya: ”Akh Untungku Putung/Bilakan Lepas Dari Dikurung”. Bujangga Dan Bebasari Tentulah Variasi Yang Dibuat Dari Kata Bujang Dan Bebas.  Memang Ada Berbagai Gerakan Pemuda Yang Terhimpun Dalam Jong Java, Jong Sumatera, Jong Celebes, Atau Jong Ambon, Tetapi Jelas Itu Bukanlah Perhimpunan Etnis Untuk Gerakan Kebudayaan, Melainkan Komponen Dari Suatu Gerakan Besar Nasionalis Di Kalangan Pemuda Di Seantero Negeri. Di Kalangan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Mendirikan Taman Siswa, Tetapi Itu Bukanlah Pendidikan Berasaskan Kebudayaan Jawa, Melainkan Berdasarkan Kepercayaan Diri Seorang Nasionalis, Yang Enggan Bahwa Pendidikan Dijadikan Alat Kolonial. Di Sumatera, MS Latif Mendirikan INS Kayutanam Sebagai Alternatif Terhadap Pendidikan Kolonial, Tetapi Asasnya Bukanlah Kebudayaan Melayu, Tetapi Kemandirian Orang Merdeka. Di Kalangan Pemikir Kebudayaan, S Takdir Alisjahbana Mengumumkan Penolakannya Secara Kategoris Terhadap Semua Kebudayaan Tradisional Sebagai Dasar Masyarakat Baru Yang Akan Merdeka.  Kembali Ke Kebudayaan Tradisional Adalah Identik Dengan Kembali Ke Masa Pra-Indonesia, Yang Akan Membawa Pertentangan Etnis Yang Tak Habis-Habisnya Di Antara Berbagai Kelompok Budaya. Usulnya Untuk Mengambil Kebudayaan Barat Sebagai Model Kebudayaan Baru Di Indonesia Mendapat Banyak Pertentangan, Tetapi Sangat Dapat Dipahami Sebagai Bagian Dari Gerakan Nasionalis Yang Bersifat Suprakultural.

 

Tidak Ada Kebudayaan Di Indonesia Yang Melahirkan Nasionalisme Dan Karena Itu Tidak Ada Kebudayaan Di Indonesia Yang Dapat Menjadi Dasar Masyarakat Baru Dalam Alam Kemerdekaan.  Dalam Sejarah Politik Indonesia, Kebudayaan Barulah Menjadi Referensi Kebangsaan Pada Saat Penguasa Menghadapi Kesulitan Karena Politik Yang Mereka Jalankan Mulai Bertentangan Dengan Kebangsaan Dan Kemerdekaan.  Ketika Soekarno Memberlakukan Demokrasi Terpimpin, Dia Mulai Berbicara Tentang Kebudayaan Sebagai Kepribadian Bangsa.

 

Ketika Soeharto Menghapuskan Oposisi Politik, Dia Juga Rajin Berbicara Tentang Nilai-Nilai Harmoni Dalam Kebudayaan. Sekarang Ini Otonomi Daerah Telah Membuat Setiap Provinsi Dan Kabupaten Giat Mencari Ekspresi Dan Simbol-Simbol Kebudayaan Lokal Sebagai Ikon Bagi Otonomi Politiknya. Pejabat Dan Politisi Di Tingkat Nasional Masih Juga Mengulang Dalil Bahwa Politik Nasional Haruslah Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Indonesia, Sementara Korupsi Berkembang Biak Dan Berjalan Mulus Tanpa Dipersoalkan Apakah Itu Bagian Kebudayaan Indonesia Atau Bukan.   Akan Tetapi, Dengarlah Kesaksian Mereka Yang Benar-Benar Bekerja Membangun Kebudayaan: Para Pendidik, Wartawan, Ilmuwan, Seniman, Dan Penyair Indonesia. Penyair Taufiq Ismail Dalam ”Tirani Dan Benteng” Mengatakan: ”Di Negeriku Budi Pekerti Mulia Di Dalam Kitab Masih Ada Tapi Dalam/Kehidupan Sehari-Hari Bagai Jarum Hilang Menyelam Ditumpukan Jerami Selepas Menuai Padi” (Sajak ”Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”). Kita Jangan Berpura-Pura Terhadap Sejarah. Kebudayaan Tak Pernah Melahirkan Kebangsaan Di Bumi Nusantara.  Kebangsaan Adalah Ibu Yang Harus Melahirkan Anak-Anaknya: Kebudayaan Baru Dalam Alam Kemerdekaan Dan Memberi Mereka Tugas Sejarah Untuk Mewujudkan Kemerdekaan Bagi Semua Anggota Bangsa. Mengutip Abraham Lincoln Dalam Sebuah Pidatonya Tahun 1862: ”Fellow Citizens, We Cannot Escape History. No Personal Significance Or Insignificance Can Spare One Or Another Of Us.... We Shall Nobly Save, Or Meanly Lose, The Last, Best Hope Of Earth” (Sesama Warga Negaraku, Kita Tak Dapat Menghindari Sejarah. Penting-Tidaknya Diri Kita Tak Dapat Menyelamatkan Siapa Pun Dari Antara Kita. Kita Akan Menyelamatkan Secara Bermartabat, Atau Kehilangan Secara Hina, Harapan Terakhir Dan Terbaik Yang Ada Di Bumi).

Perumusan Lambang Negara (Garuda Pancasila), Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.

Tanggal 10 Januari1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".

Pada tanggal 8 Februari1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahumanusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali - Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.

AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “'tidak berjambul”' seperti bentuk sekarang ini.

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari1950.

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.

Tanggal 20 Maret1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukisistana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.Hamid II diberhentikan pada 5 April1950 akibat diduga bersengkokol dengan Westerling dan APRA-nya.

Press Release Maklumat Lembaga Adat Besar Republik Indonesia Tentang Penyelamatan Generasi Bangsa, Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Salam Adat dan Budaya.

 

Mengenai, Penampilan Lady Gaga yang direncanakan akan tampil di Jakarta pada 3 Juni 2012 untuk mengadakan  konser yang bertajuk “The Born this Way Ball Tour” telah mengundang kontroversi dari sebagian besar besar masyarakat dan organisasi massa.  Hal ini juga berlaku di beberapa negara seperti Korea Selatan, Cina dan Malaysia. Beberapa kelompok Kristen di Korea Selatan juga melakukan serangkaian protes menentang penampilan Lady Gaga karena dianggap terlalu cabul.Oleh karena itu, Lembaga Adat besar Republik Indonesia (LABRI) sebagai pemegang Hukum Adat Istiadat, Adat Yang teradat dan Adat yang diadatkan dalam kehidupan manusia merasa berkewajiban untuk menentang konser tersebut. Hal ini di karenakan kultur budaya luar yang dibawakan dalam konser tersebut akan menghambat pembangunan Jati Diri dan Kepribadian bangsa Indonesia di dunia.

 

Dalam hal ini LABRI memegang teguh Falsafah berbangsa dan bernegara Indonesia yaitu Pancasila untuk menjadi pijakan dasar dalam penolakan konser tersebut. Lady Gaga yang menjadi penganut penyembah setan sangat bertentangan dengan sila I Ketuhanan Yang Maha Esa dan penampilannya yang seronok dan hampir tanpa sehelai benang apapun juga melanggar sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

 

Ini adalah salah satu langkah penyelamatan generasi bangsa. Serangan budaya ini harus di tangani oleh beberapa tindakan nyata dari kita. Untuk itu seluruh warga bangsa Indonesia bersama sama dengan LABRI harus berperan menjadi filter dan menuangkan pemikirannya untuk memajukan adat dan budaya Indonesia.(Red-Rendra)Wassalamu alaikum WR WB.

 

Jakarta 05 April 2012

Kepala Adat Besar RI / Kerajaan Kutai Mulawarman

M.S.P.A. IANSYAHRECHZA.FW.

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH SEMI LOKAKARYA DENGAN TEMA SUMBANGSIH SUKU KUTAI DALAM SEJARAHNYA

MAKALAH SEMI LOKAKARYA DENGAN TEMA SUMBANGSIH SUKU KUTAI DALAM SEJARAHNYA   SEBAGAI  PEMBBINAAN KEBUDAYAAN NUSANTARA DAN   TERCE...